Perdagangan internasional merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional dapat mendorong peningkatan industri, perkembangan transportasi global, serta berdirinya perusahaan multinasional. Di kawasan Asia Tenggara perdagangan internasional dikenal dengan Asean Free Trade Area (AFTA) yang meliputi negara-negara ASEAN, seperti: Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Brunei Darusallam, Kamboja, Vietnam, Laos dan Myanmar.
Perdagangan bebas di Asia Tenggara atau AFTA diawali dengan kesepakatan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura pada tahun 1992. Tujuan AFTA tersebut adalah untuk meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara-negara ASEAN demi tercapainya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan bagi negara–negara ASEAN sehingga stabilitas dan kemakmuran di ASEAN dapat terjaga, meningkatkan daya saing di pasar global, dan menarik Foreign Direct Investment (FDI). Sedangkan manfaat dari AFTA antara lain adalah: meningkatnya kegiatan ekonomi dalam negeri masing-masing negara, lebih efisiennya kegiatan produksi, meningkatnya ekspor, meningkatnya investasi, dan lapangan kerja terbuka lebih luas. AFTA merupakan bentuk dari kesepakatan negara-negara ASEAN untuk melakukan pengurangan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif sehingga membentuk suatu perdagangan bebas demi meningkatkan daya saing ekonomi ASEAN, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN serta menciptkan pasar untuk 500 juta penduduknya.
Perkembangan dalam AFTA terus berlanjut yang kemudian memulai kesepakatan untuk memasukkan China sebagai partner dagang dalam kawasan ASEAN dan membentuk ASEAN-China Free Trade Areas (ACFTA). ACFTA ini diawali oleh kesepakatan para peserta ASEAN-China Summit di Brunei Darussalam pada November 2001. Hal tersebut diikuti dengan penandatanganan Naskah Kerangka Kerjasama Ekonomi (The Framework Agreement on A Comprehensive Economic Cooperation) oleh para peserta ASEAN-China Summit di Pnom Penh pada November 2002, dimana naskah ini menjadi landasan bagi pembentukan ACFTA. Kemudian, pada November 2004, peserta ASEAN-China Summit menandatangani Naskah Perjanjian Perdagangan Barang (The Framework Agreement on Trade in Goods) yang berlaku pada 1 Juli 2005. Tujuan dari Framework Agreement ACFTA tersebut adalah (a) memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi kedua pihak; (b) meliberalisasikan perdagangan barang, jasa dan investasi (c) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak; (d) memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada di kedua belah pihak. Selain itu, menyepakati untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi melalui (a) penghapusan tariff dan hambatan non tarif dalam perdagangan barang; (b) liberalisasi secara progresif perdagangan jasa; (c) membangun regim investasi yang kompetitif dan terbuka dalam kerangka ASEAN-China FTA. Berdasarkan perjanjian ini negara ASEAN-5 (Indonesia, Thailand, Singapura, Philipina, Malaysia) dan China sepakat untuk menghilangkan hamper semua tarif komoditas pada tahun 2010. Perdagangan bebas tersebut mulai berlaku pada 1 Januari 2010 dengan penghapusan tariff pada produk-produk ekspor impor sesuai dengan kesepakatan.
Ketertarikan ASEAN mengikutsertakan China menjadi partner dagang dalam ACFTA karena China memiliki potensi pasar yang bagus. Seperti yang kita ketahui China merupakan negara berkembang di Asia yang perkembangan ekonominya cukup pesat dan mampu mempertahankan pertumbuhan yang tinggi dibanding negara-negara lainnya, sehingga posisi Cina saat ini cukup penting dalam perekonomian global. China yang memiliki penduduk yang begitu besar yaitu 1,4 miliar yang merupakan pasar yang cukup besar dan potensial sehingga akan saling menguntungkan apabila dapat dijalin kerjasama diberbagai sektor ekonomi, karena disamping memiliki kemampuan investasi yang tinggi, Cina juga membutuhkan bahan baku dan barang modal untuk menggerakkan sektor industrinya. Dengan diberlakukannya pasar bebas tersebut, akan membuat produk-produk impor dari ASEAN dan China menjadi lebih mudah masuk ke pasar domestik. Selain itu harga produk tersebut juga menjadi lebih murah, disebabkan adanya pengurangan atau penghapusan tarif bea masuk.
Bagi Negara Republik Indonesia, perdagangan bebas ASEAN dengan China ini memberikan dampak positif dan negatif terhadap perekonomian. Dampak positifnya adalah terbukanya peluang Indonesia untuk meningkatkan perekonomiannya melalui pemanfaatan peluang pasar yang ada, dimana produk-produk dari Indonesia dapat dipasarkan secara lebih luas ke negara-negara ASEAN dan China. China yang memiliki wilayah yang luas, jumlah penduduk yang banyak, serta pertumbuhan ekonomi yang pesat menjadi pasar yang potensial untuk mengekspor produk-produk unggulan dari Indonesia ke negara tersebut. Dengan mengalirnya produk-produk Indonesia ke negara luar, maka kegiatan industri di Indonesia menjadi meningkat, sehingga dapat meningkatkan pendapatan negara Indonesia.
Komentar saya adalah bahwa perekonomian China yang begitu kuat terfokus pada ekspor menjadi tantangan bagi Indonesia. Ditambah lagi Pemerintah China yang mendukung penuh perdagangan masyarakatnya telah mampu untuk menghasilkan produk yang berkualitas, produk yang bervariasi, teknologi yang maju serta harga yang relatif murah. China yang memiliki keunggulan produk yaitu pada produk-produk hasil pertanian seperti Bawang putih, bawang merah, jeruk mandarin, apel, pir, dan leci. Tidak hanya pada bidang pertanian saja China unggul, namun pada produk hasil industry seperti tekstil, baja, mainan anak-anak, perkakas rumah tangga, barang-barang elektronik, dan alas kaki membuat China semakin sulit untuk disaingi dimana mereka memiliki biaya produksi dan upah buruh yang murah. Sedangkan Indonesia begitu unggul di sector pertanian saja seperti minyak kelapa sawit (CPO), karet, kokoa, dan kopi. Kemudian produk yang harus bersaing adalah garmen, elektronik, sektor makanan, industri baja/besi, dan produk hortikultura.
source: http://currencyredenomination.blogspot.com/2011/02/strategi-indonesia-dalam-menghadapi.html
DEVI MIRANTI PERTIWI
11210879
4EA10